MEMAHAMI HUKUM-HUKUM HAID DAN ISTIHADHOH DENGAN MUDAH
Memahami hukum-hukum haidh adalah kewajiban setiap wanita, begitu pula istihadhoh karena sering terjadi di beberapa wanita. Para ulama terutama dalam madzhab Syafiiyah telah membahasnya dalam kitab-kitab fiqh, hanya saja banyak orang sulit untuk memahaminya karena banyak sekali rincian hukumnya. Sebagian ulama hadir menyampaikan keterangan yang lebih mudah dimengerti dan dipraktikan, seperti KH. Bahauddin Nur Salim (Gus Baha) dan Buya Yahya dalam sebagian pengajiannya mengatakan bahwa perempuan yang istihadhoh hukumnya dikembalikan kepada kebiasaan, tanpa melihat pada macam-macam darah. Karena itu saya mencoba merangkum dan mempermudah pembahasan haidh dan istihadhoh ini dengan tetap berpedoman kepada pendapat para ulama dalam madzhab syafi'i. Dalam tulisan ini saya menampilkan pendapat yang lebih mudah, tapi tetap saya sajikan pendapat lain dalam catatan kaki. Saya cantumkan dibawah ini link download filenya dengan format PDF dan PPT, semoga bermanfaat, silahkan share dan tinggalkan komentar jika berkenan, selamat membaca.
Link download:
Hukum Haidh dan Istihadhoh PDF
Hukum Haidh dan Istihadhoh PPT
PENGERTIAN HAIDH
Haid adalah
darah yang keluar dari farji wanita setelah berusia 9 tahun dalam keadaan
normal/ sehat dan tidak setelah melahirkan.
UMUR HAIDH
DAN UMUR BALIGH
·
Umur wanita
yang mengalami haidh paling muda adalah sembilan tahun hijriyah kurang 16 hari
9 tahun hijriyah = 8 tahun masehi, 8 bulan, 23
hari, 19 jam, 12 menit
·
Umur paling
lambat baligh adalah 15 tahun hijriyah.
15 Tahun Hijriyah = 14 Tahun masehi, 6 bulan, 19 hari,
9 jam[1]
MASA HAIDH
DAN SUCI
·
Paling
sedikit masa haidh adalah satu hari atau 24 jam
·
Paling banyak
masa haidh adalah 15 hari
·
Umumnya masa
haidh adalah 6 atau 7 hari
·
Paling
sedikit masa suci adalah 15 hari dan tidak ada batasan paling lamanya
WARNA DARAH
HAIDH
Warna darah
haidh umumnya merah, tapi ada juga yang berwarna hitam/ merah pekat, merah
muda/ coklat, kuning, atau hanya keruh[2].
Semua darah
itu dihukumi haid selama tidak melebihi 15 hari[3].
HAL-HAL YANG
HARUS DILAKUKAN WANITA SAAT HAIDH
·
Mencatat
siklus haidhnya, haidnya berapa hari, sucinya berapa hari setiap bulan
·
Mencatat
waktu kapan mulai haidh dan berhentinya darah setiap bulan
·
Memastikan
darahnya berhenti dengan memasukan kapas ke farjinya, bila masih ada bercak
meskipun hanya cairan keruh maka belum suci
HAL-HAL YANG
DIHARAMKAN KARENA HAIDH
·
Shalat ·
Memegang mushaf ·
Membaca Quran ·
Diam di masjid ·
Jima dan bersenang-senang
antara pusar dan lutut |
·
Thawaf ·
Membawa mushaf ·
Puasa ·
Lewat di masjid bila takut
mengotori ·
Dithalaq[4] |
SHALAT YANG
DITINGGALKAN
· Jika darah haidh keluar setelah masuk waktu sholat dan
ada waktu yang cukup untuk melakukan sholat serta bersuci maka wajib qodho bila
belum sempat sholat.
· Jika darah berhenti pada waktu ashar atau isya, maka
wajib juga qodho zhuhur atau maghrib karena asar/ isya bisa dijamak dengan
sholat sebelumnya[5].
PENGERTIAN ISTIHADHOH
Istihadhah
adalah darah yang tidak memenuhi syarat haid;
·
Keluar darah
kurang dari umur 9 tahun
·
Kurang dari
24 jam
·
Masa suci
kurang dari 15 hari
·
Darah keluar
lebih dari 15 hari
JIKA MASA
SUCI KURANG DARI 15 HARI …
Jika masa
suci kurang dari 15 hari maka darah yang keluar sebelum 15 hari suci adalah
istihadhoh dan tetap wajib sholat juga puasa.
JIKA DARAH
KELUAR LEBIH DARI 15 HARI …
Jika darah
keluar melebihi 15 hari maka darah yang dihukumi haidh disesuaikan dengan
kebiasaannya.
Misal: keluar
darah selama 30 hari secara terus menerus dan kebiasaan wanita tersebut adalah
haidh 7 hari suci 23 hari, maka yang dihukumi haidh hanya 7 hari. 23 hari
sisanya adalah darah istihadhoh[6].
Wanita ini di
bulan pertama istihadhoh wajib mandi besar setelah hari ke 15, dan mengqodho
sholat yang ditinggalkan dari hari ke-8 sampai/dengan hari ke-15. Di bulan
berikutnya mandi setelah 7 hari.
Jika
perempuan belum pernah haidh sebelumnya dan darah keluar lebih dari 15 hari
maka dikembalikan kepada kebiasaan umum wanita yaitu 6 atau 7 hari, dan masa
sucinya 24 atau 23 hari[7].
HUKUM ISTIHADHOH
Istihadhoh adalah hadats yang tetap seperti
orang beser yang tidak berhenti keluar air kencing. Maka perempuan yang
mengalami istihadhoh dihukumi suci, maka dia tetap wajib sholat, wajib
berpuasa, boleh membaca quran dan lain-lain seperti halnya wanita yang suci,
hanya saja ia wajib bersuci untuk setiap sholat[8].
HAL-HAL YANG
HARUS DILAKUKAN OLEH WANITA ISTIHADHOH SEBELUM SHOLAT
1.
Bersuci dari najis, darah atau selainnya
2.
Menyumbat farji dengan semisal kapas, kecuali kalau jadi sakit
(nyeri) atau sedang puasa, kalau tidak cukup dengan menyumbat maka wajib juga
menggunakan semisal pembalut
3.
Segera wudhu setelah itu dengan syarat sudah masuk waktu
sholat dan harus terus-menerus
4.
Segera shalat setelahnya kecuali mengakhirkan karena
kamaslahatan sholat seperti menjawab muaddzin, sunat qobliyah, atau menunggu
jamaah[9].
WANITA YANG
LUPA SIKLUS HAIDHNYA
Wanita yang
hanya ingat kebiasaan masa haidnya tapi lupa kapan mulai haidhnya maka dihukumi
haid dan suci pada hari yang diyakini saja,
dan ia pada hari-hari yang memungkinkan haidh atau suci seperti mutahayyiroh
wajib ihtiyath.
Contohnya:
Seorang wanita berkata; “Saya biasa haidh lima hari pada sepuluh hari pertama
dan tidak tahu kapan mulainya tapi saya tahu dan yakin di hari pertama saya
suci”. Maka hukumnya adalah hari ke-6 dia haidh dengan yakin, hari ke-1 dia
suci dengan yakin, begitu juga hari ke-11 sampai 30, sedangkan hari ke-2 sampai
ke-10 selain hari ke-6 dia memungkinkan haidh dan suci. Dari hari ke-7 sampai
hari ke-10 dia wajib mandi untuk setiap shalat fardhu[10].
Wajib
ihtiyath artinya harus berhati-hati dengan tetap melaksanakan ibadah yang wajib
seperti sholat dan puasa, dan menjauhi hal-hal yang diharamkan karena haidh[11].
[1]
KH. Ardani, Risalah Haidl,
hal. 14.
[2]
Darah yang paling kuat adalah
berwarna hitam lalu merah, lalu coklat, lalu kuning lalu keruh. Dalam
menentukan darah yang kuat dari darah lemah sebagian ulama madzhab Syafi’i
hanya melihat warna, namun kebanyakan syafi’iyah juga melihat pada sifat-sifat
darah yaitu kental, bau, atau kental dan bau, atau tidak kental tidak bau. An Nawawi, Al Majmu’ Syarh Al Muhadzab,
(Beirut: Dar Ihya At Turots Al Arobi, 2001) Juz 2, hal.
296.
[3]
Ibid hal. 288.
[4]
Al Hadhromi Syaikh Salim bin
Sumair, Safinatn Naja, (Al Haromain, 2006), hal. 28-30.
[5]
Al Qulyubi wa ‘Umairoh, Hasyihah ‘ala syarh Al Mahalli ‘ala Minhajittholibin
(Semarang: Karya Toha Putra), Juz 1, hal. 122.
[6]
Ketentuan ini diperuntukan bagi perempuan yang tidak bisa membedakan darah kuat
dari darah lemah, dan juga bagi
perempuan yang bisa membedakannya dalam satu pendapat ulama madzhab Syafi’i.
Pendapat lain dalam madzhab Syafi’i menyatakan bahwa bagi wanita yang pernah
haidh dan dia melihat ada dua macam darah yang keluar maka haidhnya adalah
darah yang kuat bila memenuhi syarat. Al Qulyubi wa ‘Umairoh, ibid, hal. 105.
[7]
Ketentuan ini berlaku untuk
perempuan yang tidak bisa membedakan darah kuat dari darah lemah dalam salah satu pendapat di
kalangan syafiiyah, dalam satu pendapat wanita ini haidhnya hanya satu hari. Sedangkan wanita yang belum pernah haid
sebelumnya lalu keluar darah lebih dari 15 hari dan dia melihat dua macam darah
maka haidnya adalah darah kuat bila memenuhi syarat. Syarat darah kuat dihukumi haidh adalah: darah
kuat mencapai minimal masa haidh, darah kuat tidak melebihi maksimal masa
haidh, darah lemah mencapai minimal masa suci, darah lemah tidak
terputus-putus. An Nawawi, ibid, hal. 291-296.
[8]
Al Qulyubi wa ‘Umairoh, ibid, hal. 101. Lihat juga Al Kaf, Hasan bin Ahmad,
Taqrirotussadidah, (Tarim, Yaman: Dar al Ilmi wa ad Da’wah, 2003), Qism Al
Ibadat, hal. 170.
[9]
Al Kaf, Syaikh Hasan bin
Ahmad, ibid, hal. 171.
[10]
Al Qulyubi wa ‘Umairoh, ibid, hal. 108.
[11]
Wanita mutahayyiroh dalam
ibadah yang memerlukan niat seperti wanita yang suci, maka ia wajib sholat dan
puasa, juga boleh melakukan sholat sunat dan puasa sunat, tapi ia seperti
wanita yang haidh dalam beberapa hal maka ia haram jima dan tamattu’ dengan
suami antara pusar dan lutut, haram memegang Quran, membaca Quran di luar
sholat dan juga haram diam di masjid jika khawatir darahnya mengotori masjid.
As Syarqowi, Hasyiah ‘ala Syarh Tahrir, Al Haromain, juz 1, hal. 155-156.