BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai
ibadah penyempurna, haji sangat didambakan oleh umat Islam. Minat umat Islam
Indonesia untuk melaksanakan rukun Islam kelima inipun kian tahun kian
meningkat. Antrean peberangkatanpun semakin panjang dan lama. Jawa Barat saja
misalnya, mendapat kuota 37.366 orang tiap tahunnya, per Mei 2013 kuotanya
sudah habis sampai tahun 2020 mendatang ( tabloid LABBAIK, Mei 2013:8).
Permasalahan
pelayanan ibadah haji selalu ada, di tingkat pusat atau daerah. Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) sebagai mitra pemerintah dalam memberikan bimbingan manasik haji kepada masyarakatpun tak luput dari kendala. Kebijakan haji yang berubah-ubah, latar belakang calon haji yang variatif, pembangunan kota Mekah dan Madinah yang sangat pesat, kerumitan pelaksanaan ibadah haji yang tak kunjung usai membuat permasalahan pelayanan dan bimbingan haji menjadi semakin kompleks.
pelayanan ibadah haji selalu ada, di tingkat pusat atau daerah. Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) sebagai mitra pemerintah dalam memberikan bimbingan manasik haji kepada masyarakatpun tak luput dari kendala. Kebijakan haji yang berubah-ubah, latar belakang calon haji yang variatif, pembangunan kota Mekah dan Madinah yang sangat pesat, kerumitan pelaksanaan ibadah haji yang tak kunjung usai membuat permasalahan pelayanan dan bimbingan haji menjadi semakin kompleks.
Mayoritas
KBIH berbasis pesantren, yang umumnya memiliki keterbatasan sisi manajemen.
Sumber daya manusia dipesantren tidak banyak mengenyam pendidikan tentang tata
kolela yang baik, biasanya dikelola ala kadarnya. Permasalahan yang timbul dari
kepercayaan masyarakat kepada pesantren untuk membina haji menuntut perubahan
dalam manajemen pesantren khususnya tata kolela KBIH. Kendala yang dialami
biasanya dalam masalah pendataan jamaah, pengelompokan jamaah berdasarkan tahun
pemberangkatan, data keuangan, penyusunan kurikulum dan silabus, pembukuan dokumen
jamaah, dll.
Pemerintah
telah berupaya membantu KBIH untuk menuntaskan masalah ini. Setiap tahun
Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengadakan pelatihan administrasi dan pelayanan
terhadap pengurus KBIH, Kementerian Agamapun belum lama ini telah melakukan
akreditasi terhadap KBIH. Upaya pemerintah tersebut sedikit banyak berpengaruh
positif dalam peningkatan pelayanan KBIH, namun tetap saja peningkatan
pelayanan belum terwujud sebagaimana yang diharapkan. Dibutuhkan cara yang
efisien untuk meminimalkan kekurangan ini, penggunaan media yang tepat guna
kiranya dapat membantu, sehingga pelayanan prima yang diidamkan dapat
terealisasikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas penulis
mengangkat satu pokok permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini, yaitu
“peranan sistem informasi manajemen dalam peningkatan pelayanan KBIH terhadap
jamaah”. Pokok permasalahan tersebut akan dijabarkan dalam rumusan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa pengertian, dasar hukum,
tugas pokok dan kewajiban KBIH?
2. Bagaimana pelayanan KBIH?
3. Apa peran sistem informasi
manajemen (SIM) Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam peningkatan pelayanan KBIH
terhadap jamaah?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kualitas pelayanan
KBIH terhadap jamaah;
2. Memberikan informasi tentang
pentingnya pelayanan prima;
3. Mengetahui peranan SIM dalam
peningkatan pelayanan KBIH terhadap jamaah.
Adapun manfaat penulisan
makalah ini adalah:
1.
Meningkatnya kualitas pelayanan KBIH
2.
Kepuasan jamaah berdampak kepada meningkatnya kepercayaan masyarakat
terhadap KBIH dan lembaga yang menaunginya.
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun
dalam empat bab. Bab 1 adalah pendahuluan. Bab ini membahas tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II adalah landasan teori. Dalam bab ini dijelaskan
tentang , pengertian Sistem Informasi Menejemen, hakikat Pendidikan Agama Islam, ibadah haji dan pelayanan prima.
Bab III adalah isi bahasan. Dalam bab ini dibahas tentang KBIH, penerapan pelayanan prima di KBIH, dan peran
SIM dalam peningkatan pelayanan KBIH.
Sedangkan Bab IV adalah Penutup. Bab ini berisi simpulan dan
rekomendasi.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Sistem
Informasi Manajemen
Sistem adalah suatu
kesatuan yang utuh dengan bagian-bagian yang tersusun secara sistematis, yang mempunyai
relasi satu dengan lainnya, dan yang sesuai dengan konteknya (Immegart dalam Pidarta,
2011:27). Jadi, ciri-ciri sistem ialah (1) merupakan suatu kesatuan, (2)
memiliki bagian-bagian yang disebut sub sistem, sub-sub sistem, dan seterusnya,
(3) bagian-bagian ini memiliki keterkaitan antara satu dengan lainnya, (4)
selalu berada pada konteksnya yaitu lingkungannya atau latar belakangnya.
Informasi adalah berita
terutama fakta dan data yang sudah diproses sehingga memiliki arah tertentu
yang dapat dimanfaatkan misalkan dalam pengambilan keputusan oleh manajer ( Pidarta,
2011:148). Berita yang dimaksudkan disini termasuk opini, data, dan fakta.
Pelbagai berita dalam pelbagai bentuk itu dikumpulkan lalu dianalisis dan
disintesis sehingga menunjukan arah yang jelas dan dapat dimanfaatkan.
Manajemen menurut Siagian
adalah sesuatu aktivitas menggerakan orang lain, sesuatu kegiatan memimpin,
atas dasar sesuatu yang telah diputuskan terlebih dahulu (Siagian, 1997:74-75). Dalam pendidikan manajemen itu dapat
diartikan memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya.
Dari uraian
pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa SIM adalah suatu kesatuan
yang memproses data dan fakta untuk keperluan manajer dalam menjalankan fungsi
manajemen (Pidarta. 2011:152). Fungsi manajemen sendiri adalah perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan
pengendalian (controlling) (Pidarta, 2011:2).
Idealnya
menurut M. Pidarta tiap-tiap lembaga pendidikan memiliki SIM yang merupakan
unit/sub unit atau badan tersendiri lengkap dengan susunan petugasnya. Namun
bila kondisi belum memungkinkan, misalnya karena belum ada sarana, belum
disediakan biaya, atau belum cukup paham akan pekerjaan badan itu maka ia bisa
ditangani secara rangkap oleh pejabat tertentu yang menangani urusan
kerumahtanggaan lembaga (Pidarta, 2011:153).
B. Hakikat Pendidikan Agama
Islam
Banyak
definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pendidikan. Antara lain
Marimba menyatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani anak didik menuju
kepribadian yang utama ( Tafsir, 2012: 34). Pengertian ini menurut A. Tafsir
masih terlalu sempit belum mencakup seluruh kegiatan yang disebut pendidikan,
menurutnya kegiatan pendidikan meliputi pendidikan oleh lingkungan, pendidikan
oleh orang lain, ia menyatakan bahwa pendidikan dalam pengertian luas adalah
pengembangan pribadi dalam semua aspeknya, yaitu aspek jasmani, akal, dan hati
( Tafsir, 2012:36).
Islam adalah nama dari
agama wahyu yang diturunkan Allah Swt. Kepada rasul-rasul-Nya. Agama Islam
berisi tentang aturan-aturan Allah yang berkenaan dengan hubungan manusia
dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam ( Sauri,
2013:26). Dalam pengertian ini ruang lingkup Agama Islam sangat luas meliputi
seluruh aspek kehidupan manusia.
Pendidikan Agama Islam (PAI)
yang biasa kita kenal adalah salah satu mata pelajaran di sekolah atau salah
satu program studi di perguruan tinggi. Mata pelajaran PAI di sekolah merupakan
rumpun dari empat pelajaran, aqidah Islam, qur’an hadits, sejarah kebudayaan
Islam, dan fiqh. Ruang lingkup PAI yang dipelajari di sekolah ini tentu tidak
selaras dengan pengertian Agama Islam di atas.
Konferensi Internasional
Pendidikan Islami tahun 1980 menawarkan pengklasifikasian pengetahuan menjadi perennial
knowledge (pengetahuan yang diwahyukan) dan acquired knowledge (pengetahuan
yang diperoleh) ( Tafsir, 2012:12). Dari sana kita mengetahui bahwa secara garis besar
pengetahuan itu ada dua macam, pengetahuan yang diwahyukan, dan pengetahuan
yang diperoleh, namun kita terlanjur mengistilahkan pengetahuan yang diwahyukan
sebagai pengetahuan agama. Terlepas dari peggunaan istilah yang tidak tepat
sebagaimana uraian tadi, yang dimaksud pengetahuan Agama Islam di Indonesia
adalah: ulumul Qur’an, ulumul hadits, ilmu aqaid, ilmu fiqh, ilmu akhlak,
sejarah Islam, dan ilmu Bahasa Arab ( Tafsir, 2012:14).
Dalam praktiknya di
Indonesia, pendidikan Agama Islam setidak-tidaknya dapat dikelompokan ke dalam
lima jenis:
1.
Pondok Pesantren atau
Madrasah Diniyah;
2.
PAUD/RA, BA, TA, Madrasah,
dan pendidikan lanjutannya seperti IAIN/STAIN atau Universitas Islam Negeri
yang bernaung di bawah naungan Departemen Agama;
3.
PAUD/RA, BA, TA,
sekolah/perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh yayasan dan organisasi
Islam;
4.
kPelajaran Agama Islam di
sekolah/ madrasah/ perguruan tinggi sebaga suatu mata pelajaran atau mata
kuliah, dan/ atau sebagai program studi; dan
5.
Pendidikan Islam dalam
keluarga atau di tempat-tempat ibadah, dan/atau di forum-forum kajian
keislaman, majelis taklim, dan institusi-institusi yang sekarang sedang
digalakan oleh masyarakat atau pendidikan (Islam) melalui jalur pendidikan
nonformal, dan informal ( Muhaimin et al, 2009:3).
C. Ibadah Haji
Haji
menurut bahasa memiliki makna maksud dan tujuan. Sedangkan menurut istilah
adalah mengunjungi Bait al Haram untuk mengerjakan beberapa pekerjaan
khusus seperti thawaf, sa’i, wuquf di Padang Arafah, dan
lain-lain (Ayyub, 2002:1).
Haji
adalah salah satu rukun Islam yang tersebut dalam beberapa hadits shahih, dan
ia merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh muslim yang memenuhi ketentuan sekali
seumur hidup. Orang yang berkewajiban mengerjakan haji
adalah orang musli yang erakal, baligh, mengerti tentang kewajiban, dan mampu (Ayyub, 2002:9). Berikut ini adalah salah satu hadits yang
dijadikan dalil wajibnya haji sekali seumur hidup:
عن أبي هريرة رضي لله عنه قال: خطبنا
رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: يا أيها الناس قد فرض الله عليكم الحج فحجوا.
فقال رجل: أكل عام يا رسول الله؟ فسكت حتى قالها ثلالثا. فقال النبي صلى الله عليه
وسلم: لو قلت نعم لوجت ولما استطعتم. (رواه أحمد والنسائي)
Sebagaimana
ibadah lainnya haji memiliki rukun dan wajib yang harus dipenuhi. Rukun dan
wajib dalam haji memiliki arti yang berbeda. Seseorang yang tidak megerjakan
salah satu rukun haji maka hajinya tidak sah, dan bila tidak mengerjakan salah
satu wajib hajinya tetap sah namun ia harus membayar dam atau denda (Nawawi, 1996:121).
Rukun haji menurut Imam Al Syafi’i ada enam, yaitu, ihram, wukuf di Arafah,
thawaf, sai, mencukur rambur, dan tertib (Nawawi, 1996:120). Sedangkan wajib
haji menurut beliau adalah ihram dari miqat, mabit di Muzdalifah, mabit di
Mina, thawaf wada’, dan melontar jumrah (Al Bakri, 2005:341).
Al Ghazali menjelaskan
bahwa ibadah haji merupakan wujud penghambaan yang tulus kepada Allah Swt.
Berbeda dengan ibadah lain yang manfaatnya dapat dinalar, sebagian besar amalan
haji tidak dapat dicerna oleh akal
maknanya. Ini justru yang menjadikan ibadah haji membutuhkan motivasi
tulus semata-mata menunaikan perintah Allah, tanpa memikirkan apa tujuan dan
manfaatnya bagi manusia (Al Ghazali, 268).
D. Pelayanan Prima
Pelayanan prima merupakan
terjemahan dari istilah “Excellent Service” yang berarti pelayanan yang sangat
baik atau pelayanan terbaik. Disebut terbaik karena sesuai dengan standar
pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan.
Pelayanan disebut sangat baik atau terbaik atau akan menjadi prima, manakala
mampu memuaskan pihak yang dilayani. Jadi pelayanan prima dalam hal ini adalah pelayanan yang sesuai
dengan harapan pelanggan (Sutopo , 2003:10).
Asas pelayanan publik menurut Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 tahun 2003 adalah sebagai
berikut :
1.
Transparansi;
2.
Akuntabilitas;
3.
Kondisional;
4.
Partisipatif;
5.
Kesamaan
hak;
6.
Keseimbangan
hak dan kewajiban;
Prinsip-prinsip pelayanan menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
nomor 63 tahun 2003 adalah sebagai berikut :
1.
Kesederhanaan;
2.
Kejelasan
dan kepastian;
3.
Keamanan;
4.
Akurasi;
5.
Tangung
jawab;
6.
Kelengkapan
sarana dan prasarana;
7.
Kemudahan
akses;
8.
Kedisiplinan,
kesopanan dan keramahan;
9.
Kenyamanan;
Standar pelayanan publik menurut Keputusan Menpan
Nomor 63 tahun 2003 terdiri dari:
1.
Prosedur
pelayanan
Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan termasuk pengaduan.
2.
Waktu
pelayanan
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan
permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
3.
Biaya
pelayanan
Biaya/ tarif pelayanan termasuk rinciannya yang
ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.
4.
Produk
pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
5.
Sarana dan
prasarana
Penyedaiaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai
oleh penyelenggara pelayanan publik.
6.
Kompetensi
petugas pemberi pelayanan.
Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan
dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan
perilaku yang dibutuhkan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kelompok Bimbingan Ibadah
Haji (KBIH)
1. Pengertian KBIH
KBIH
adalah lembaga sosial keagamaan Islam yang menyelenggarakan bimbingan ibadah
haji ( KMA no. 396/2003). KBIH sebagai sebuah organisasi sosial kemasyarakatan
Islam, merupakan organisasi underbow dari satu organisasi induk yang berbadan
hukum dan mempunyai program kerja membimbing dan membina calon jamaah haji (Kep.
Dirjen no. 348/2003 tentang petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji
dan Umrah pasal 13,17,19,20 dan 24). Berdasarkan ketentuan tersebut KBIH tidak
dapat berdiri sendiri sebagai sebuah organisasi sosial keagamaan Islam dengan
hanya melakukan pembinaan manasik haji.
2. Dasar Hukum KBIH
KBIH
dalam memberikan layanan bimbingan kepada calon haji dilindungi oleh UU no. 13
tahun 2008 bab VII pasal 30 poin pertama yang berbunyi:
“Dalam rangka pembinaan ibadah haji, masyarakt
dapat memberikan bimbingan ibadah haji baik dilakukan secara perseorangan
maupun dengan membentuk kelompok bimbingan.”
Untuk mendapatkan
izin operasional, KBIH harus mengajukan permohonan kepada kepala kantor wilayah
kementerian agama provinsi setempat setelah memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Berbadan hukum yayasan;
b. Memiliki kantor yang tetap;
c. Melampirkan susunan pengurus
dan mempunyai program operasional;
d. Melampirkan rekomendasi dari Kantor
Kementerian Agama kabupaten/ kota setempat;
e. Memiliki pembimbing ibadah
haji (Kemenag RI, 2005:5).
Setelah
permohonan diterima oleh Kakanwil Kemenag provinsi setempat, dilakukan
pemeriksaan dan penilaian kelayakan oleh petugas yang ditunjuk. Setelah
memenuhi syarat maka perizinan diproses sesuai ketentuan yang berlaku. Izin
operasional berlaku selama tiga tahun, selanjutnya dapat diperpanjang apabila
hasil akreditasi minimal nilai “C” (sedang) (Kemenag RI, 2005:5).
3. Tugas Pokok dan kewajiban
KBIH
KBIH
Sebagai mitra pemerntah dalam melaksanakan pembinaan haji memiliki tugas pokok
meliputi:
a. Menyelenggarakan/
melaksanankan bimbingan haji di tanah air;
b. Menyelenggarakan/
melaksanakan bimbingan lapangan di Arab Saudi;
c. Melaksanakan pelayanan
konsultasi, informasi dan penyelesaian kasus-kasus ibadah bagi jamaahnya di
tanah air dan Arab Saudi;
d. Menumbuhkembangkan rasa
percaya diri dalam penguasaan manasik, keabsahan dan kesempurnaan ibadah bagi
jamaah yang dibimbingnya;
e. Memberikan pelayanan yang
bersifat pengarahan, penyuluhan dan himbauan untuk menghindari hal-hal yang
dilarang dalam ibadah haji (Depag RI: 2003:6).
Selain
tugas pokok yang berkaitan dengan calon jamaah haji di atas, KBIH memiliki
kewajiban terhadap pemerintah meliputi:
a. Menaati peraturan
perundang-undangan yang berkenaan dengan peyelenggaraan ibadah haji;
b. Membantu kelancaran bimbingan
ibadah haji dengan petugas terkait;
c. Menandatangani surat
perjanjian dengan jamaah yang berisi hak dan kewajiban kedua belah pihak;
d. Menyampaikan daftar calon
jemaah haji yang dibimbing kepada Kantor Wilayah Kementerian Agama;
e. Melaporkan kegiatan bimbingan
kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian agama (Kartono 2013:9).
B. Pelayanan KBIH
Telah
disampaikan pada uraian di atas bahwa KBIH bertugas memberikan bimbingan kepada
calon jamaah haji baik di tanah air atau di Arab Saudi. Meski merupakan
organisasi nirlaba KBIH dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik terhadap
jamaahnya sebagai wujud menjaga kepercayaan mereka. Sehingga, asas pelayanan
prima harus diperhatikan dalam setiap program bimbingan yang diberikan KBIH.
Pelayanan KBIH dapat dikelompokan kepada tiga macam: pelayanan administrasi,
pelayanan bimbingan di tanah air, dan pelayanan bimbingan di Arab Saudi.
1.
Pelayanan Administrasi
Syarat pendirian KBIH
antara lain adalah memiliki kantor yang tetap (Kemenag RI, 2005:5). Sebagaimana
tertera dalam juknis pengorganisasian KBIH yang diterbitkan tahun 2005, standar
minimal sarana perkantoran yang harus dimiliki oleh KBIH meliputi:
a. Kantor khusus
kesekretariatan;
b. Meja dan kursi pengurus;
c. Meja dan kursi penerimaan
tamu;
d. Tata buku pelayanan meliputi:
1) Buku tamu;
2) Pendaftaran anggota;
3) Buku Keuangan;
4) Buku bimbingan;
e. Papan informasi
f. Papan nama KBIH
g. Komputer (Kemenag RI, 2005:6).
Selain sarana KBIH juga idealnya memiliki SDM yang
memadai. Ketenagaan KBIH dalam perihal administrasi paling tidak terdiri dari:
a. Pimpinan (ketua, sekretaris,
dan bendahara)
b. Staf sesuai dengan bidang
yang dibutuhkan minimal:
1) bidang tata usaha;
2) bidang informasi;
3) bidang pengajaran
dan pembimbingan;
4) bidang
perlengkapan/ sarana prasarana (Kemenag RI, 2005:6).
Kenyataan
di lapangan masih ada KBIH yang kantor kesekretriatannya masih menyatu dengan
ruang lain, bahkan menyatu dengan rumah ketua KBIH. Tenaga yang minimpun
menjadi kendala terwujudnya pelayanan prima dalam pelayanan administrasi ini,
masih banyak pengurus KBIH yang rangkap jabatan. Kendala ini tentu menghambat
pelayanan. Pembukuan keuangan yang masih manual dan berbagai kekurangan lainnya
menyebabkan pelayanan administrasi tidak terkelola dengan baik bahkan berkesan
ala kadarnya. Kebutuhan utama jamaah atau konsumen memang dalam segi pembinaan
namun alangkah lebih baik bila kualitas pelayanan administrasi juga
ditingkatkan.
2.
Pelayanan Bimbingan di Tanah Air
Keberhasilan pembinaan
calon haji di tanah air merupakan faktor utama tergapainya haji mabrur.
Pembinaan calon haji diharapkan agar calon haji dapat menjalankan kewajiban hajinya secara mandiri,
dengan pengertian tidak berpangku tangan pada pembimbing atau lainnya. Kesuksesan
bimbingan tentu perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai,
berikut ini merupakan standar minimal sarana yang harus dimiliki oleh KBIH
dalam bimbingan:
a. Alat bantu pengeras suara;
b. LCD/ Proyektor;
c. Maket mathaf (miniatur
Ka’bah, Maqam Ibrahim, Hijr Ismail dan Mas’a);
d. Panel dan poster bimbingan;
e. Naskah-naskah bimbingan;
f. Aula pembelajaran dan atau
lapanga praktek (Kemenag RI, 2005:6).
Lebih penting dari sarana dan prasarana yang perlu
disiapkan oleh KBIH adalah tenaga pembimbing. Demi terwujudnya tujuan bimbingan
tentu saja harus disiapkan pembimbing yang memenuhi kualifikasi umum. Berikut
ini merupakan kualifikasi umum pembimbing ibadah haji yang dirumuskan Forum
Komunikasi KBIH Indonesia (FK KBIH I):
a. Memiliki pengetahuan yang
cukup mengenai syariah Islam pada umumnya;
b. Menguasai ketentuan-ketentuan
haji beserta dalil dan rujukan yang jelas;
c. Dapat berkomunikasi dengan
Bahasa Arab dan atau Bahasa Inggris;
d. Mengetahui medan pelaksanaan
ibadah haji;
e. Dapat secara aktif
berkoordinasi dengan pembimbing lain, petugas kloter dan petugas lainnya
(Sulaeman, 2013:10).
Selain kualifikasi umum KBIH juga wajib
menyediakan tenaga pembimbing yang memiliki kecakapan khusus sekurang-kurangnya
sebagai berikut:
a. Mampu membaca al-Qur’an
dengan baik dan benar;
b. Mampu menjadi imam shalat;
c. Mempu berkhutbah,
berkomunikasi dengan baik secara berjamaah atau individual;
d. Mempu memimpin do’a dan
dzikir dengan baik dan benar (Sulaeman, 2013:11).
Pola bimbingan calon haji menggunakan pendekatan
andragogi yaitu ilmu pengajaran bagi orang dewasa yang memiliki watak antara
lain tidak senang digurui, memiliki banyak pengalaman, memiliki waktu dan
memori yang terbatas. Untuk menyusun pembelajaran bagi orang dewasa ada
beberapa faktor psikologis yang akan mempengaruhi pencapaian sasaran, yaitu:
motivasi, konsentrasi, reaksi, organisasi pembelajaran, konprehensif, repetisi
(Kemenag RI 2005:15).
KBIH sebagai salah satu lembaga pendidikan perlu
mengadakan revitalisasi program. Yang dapat dilakukan antara lain melalui
komponen pendidikan yang terdiri dari: tujuan, kuriulum (materi), proses dan
evaluasi (Helmawati, 2013:149). Sebagai pembimbing ibadah haji KBIH tidak saja
dituntut memberikan pemberajaran tentang haji, tapi materi-materi penunjangnyapun
harus diperhatikan. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama telah
menetapkan materi pembelajaran minimal yang harus disampaikan (Kemenag RI,
2005:17). Materi ini meliputi: panduan perjalanan haji, manasik haji, ziarah,
hikmah manasik dan ziarah, adat istiadat di Arab Saudi, praktek lapangan,
kesehatan, dan tatakrama berbusana.
3.
Pelayanan Bimbingan di Arab Saudi
Bimbingan dan pendampingan haji di Arab Saudi merupakan kegiatan inti KBIH,
meski calon haji telah dibina di tanah air, bimbingan lapangan di tanah suci
tetap diperlukan, karena medan pelaksanaan sangat asing bagi mereka. Dibutuhkan
pengalaman yang cukup untuk dapat membimbing haji pada har pelaksanaan ibadah
haji, emosi jamaah sering kali memuncak disebabkan tekanan dan kecapaian. Dasar keilmuan yang luaspun amat
diperlukan untuk menjawab pelbagai permasalahan ibadah yang dialami jamaah.
Pelayanan bimbingan di Arab Saudi
setidaknya meliputi bimbingan ziarah di
madinah, bimbingan atau pendampingan umrah, bimbingan haji terutama di Arafah,
Muzdalifah dan Mina, pengenalan tempat-tempat bersejarah, dan bimbingan ibadah
di dua Masjid Haram. Pembimbing bertugas membantu jamaah agar pelaksanaan ibadah
yang mereka kerjakan sesuai dengan ketentuan yang telah dipelajari di tanah
air. Selain itu pembimbing juga dituntut untuk dapat menyelesaikan permasalahan
ibadah dan berkoordinasi dengan petugas haji lainnya yang ditetapkan oleh
pemerintah.
Untuk dapat memberikan pelayanan sesuai harapan jamaah sebagaimana
pengertian pelayanan prima yang diuraikan pada bab satu, standar pelayanan
minimal ini harus terpenuhi. Konsumen, dalam hal ini jamaah tidak akan merasa
puas dengan pelayanan KBIH bila standar pelayanan ini masih meraka rasa kurang
terutama dalam aspek bimbingan baik di tanah air ataupun di Arab Saudi.
Sodik Mujahid, pendiri KBIH Qiblat Darul Hikam bahwa pelayanan prima
bukan sekedar pelayanan yang memeuhi harapan konsumen. Ia beranggapan bahwa
pelayanan dianggap sangat baik (excellent) bila melampaui harapan pelanggan,
memenuhi kebutuha praktis dan kebutuhan emosional, memiliki ciri khas, dan
selalu mengikuti perkembangan kebutuhan pelanggan setap saat secara konsisten
dan handal (Mujahid, 2013:1). Kebutuhan praktis dalam pelayanan KBIH menurutnya
meliputi: penyelesaian komplein, informasi biaya bimbingan, kemudahan parkir,
kemudahan akses telepon, kenyamanan WC, ketersediaan buku manasik, ketersedian
seragam dan atribut. Sedangkan kebutuhan emosional meliputi: perasaan dihargai,
dianggap penting, dipahami, kesopan santunan dan keramahan, pujian, kejelasan
informasi, ketepatan waktu, dankecepatan pelayanan (Mujahid, 2013:2).
Pedapat Sodik Mujahid ini perlu diperhatikan oleh pengelola KBIH agar
jamaah atau konsumennya merasa puas. Kepuasan pelanggan/ jamaah akan membuahkan
kesetiaan yang akan berimplikasi kesediaan merekomendasikan KBIH terkai kepada
orang lain. Sedangkan ketidakpuasan akan menyebabkan pembelotan pelanggan yang
mengakibatkan berkurangnya kepercayaan kepada KBIH.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pelayanan KBIH secara umum belum sempurna.
Tatang Astarudin beranggapan bahwa permasalahan umum yang dialami KBIH adalah:
· Belum memetakan
secara detil dan mendalam harapan dan kebutuhan jamaah;
· Belum memiliki
desain dan standar pelayanan yang tepat;
· Belum
memberikan pelayanan berdasar standar pelayanan; dan
· Belum
memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan (Astarudin, 2013:4).
Dengan segala kekurangan dan kelemahan KBIH sebagai pembina calon haji,
KBIH tetap dipercaya masyarakat untuk memenuhi tugas mulia ini. Guna menjaga
kepercayaan masyarakat dan pemerintah KBIH harus melakukan pembenahan agar
kualitas pelayanan meningkat sehingga kepercayaan masyarakatpun tetap
terpelihara.
C. Peran Sistem Informasi Manajemen
Dalam Meningkatkan Pelayanan kepada Jamaah
Informasi digunakan sebagai bahan
mengambil keputusan oleh manajer. Keputusan ini mencakup tiga hal yaitu
perencanaan, pelaksanaan dan control (Pidarta, 2011:151). Bentuk berita sebelum
diolah menjadi informasi itu dapat
beraneka ragam, mulai desas desus sampai data, dan kadang berbaur antara satu
dengan lainnya. Berita yang lalu lalang itu dapat saja dimanfaatkan oleh manajer
untuk kepentingan organisasinya. Tetapi daya gunanya diragukan, sebab berita
yang diterima belum tentu cocok dengan kebutuhan, dan berita itu belum tentu
benar.
Untuk mengurangi kelemahan-kelemahan di atas perlu dibuat satu unit
kerja dalam organisasi besar atau sub unit kerja dalam organisasi yang kecil
yang khusus menangani berita untuk keperluan-keperluan manajer. Dalam
pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa KBIH harus memiliki staf yang
diantaranya menangani masalah informasi.
Murdick secara terinci mengemukakan bahwa tujuan SIM adalah untuk
meningkatkan manajemen yang didasarkan kepada berita-berita sepotong-potong,
intuisi, dan pemecahan masalah yang terisolasi kepada manajemen yang didasarkan
kepada informasi yang informasi yang telah dioleh secara sempurna dengan alat-alat yang canggih, dan pemecahan masalah secara sistem (Pidarta, 2011:153). Secara sederhana
bisa disimpulkan bahwa SIM berfungsi menghindarkan manajer menetapkan keputusan
yang kurang tepat dari berita yang belum diproses.
Dalam
kaitan dengan pelayanan telah dipaparkan bahwa KBIH memiliki beberapa
kekurangan. Pembukuan keuangan yang masih manual, menyimpanan data jamaah yang
kurang tertata dengan baik dan lain-lain. Dari pemaparan fungsi SIM dapat
diambil kesimpulan bahwa peran SIM dalam pelayanan KBIH tercermin dalam tiga
aspek:
1. Perencanaan
Peran SIM dalam aspek perencanaan ini menurut Made Pidarta adalah dalam
rangka membuat program baru atau memperbaikinya (Pidarta, 2011:151). Seorang
ketua KBIH misalkan dari informasi yang diproses mengetahui bahwa jamaah
menghendaki praktek simulasi ibadah juga meliputi praktek mabit yang
mengharuskan mienginap. Dari informasi ini ketua KBIH dapat saja membuat
keputusan untuk merencanakan program pelayanan bimbingan baru berupa praktek mabit.
Program ini tentu saja dapat memberikan nilai plus kepada KBIH yang dipimpinnya
dan memberikan pelayanan sesuai yang diharapkan oleh jamaahnya.
2. Pelaksanaan
Dalam
pelaksanaan program pelayanan telah diuraikan beberapa kendala yang dialami
KBIH, sebut saja dalam pendataan jamaah. Dengan antrean keberangkatan haji yang
sangat panjang mengharuskan pendataan jamaah tidak lagi dilakukan secara
manual. Teknologi informasi dalam hal ini sangat menunjang. Dalam prakteknya
jamaah calon haji yang mendaftar ke KBIH tidak pasti ia akan berangkat tahun
ini, banyak juga yang berangkat hajinya tiga tahun ke depan tapi ia telah
mendaftar untuk mengikuti bimbingan. Pengelompokan jamaah disesuaikan dengan
tahun pemberangkatan merupakan suatu keharusan, agar administrasi perhajian
dapat mudah dijalankan.
3. Pengawasan
SIM
memegang peranan penting dalam mencapai keberhasilan kontrol dan pengawasan.
Sebab SIM menampung data dari semua penjuru organisasi termasuk yang di luar
organisasi yang relevan dengan aktivitas-aktivitas organisasi itu (Pidarta,
2011: 168). Dengan SIM seorang ketua
KBIH dapat dengan benar mengawasi program mana yang tidak berjalan, apa yang
menjadi kendalanya. Sehingga ia dapat memutuskan cara yang tepat agar program
tersebut dapat berjanal dengan baik atau mungkin menghapusnya karena kendala
yang sulit untuk dipecahkan.
Peningkatan mutu
pelayanan KBIH dapat diawali dengan analisis SWOT, strengths (kekuatan), weaknesse (kelemahan), opportunities
(peluang), dan threats (ancaman). Kekuatan KBIH terletak ketulusan dan
keikhlasan untuk melayani tamu-tamu Allah didorong motivasi beribadah kuat.
Kelemahan yang umum dimiliki oleh KBIH adalah tatakelola yang kurang baik
sehingga menghambat pelayanan. Animo masyarakat untuk melaksanakan ibadah haji
terus meningkat, kepercayaan mereka terhadap KBIHpun sampai saat ini masih
terjaga dengan bukti lebih banyak jamaah haji yang mengikuti bimbingan KBIH
daripada yang memilih untuk tidak dibimbing, ini merupakan peluang KBIH.
Tantangan eksternal KBIH adalah adanya tuntunan penerapan pelayanan prima, dan
adanya rencana pemerintah untuk memaksimalkan lembaga-lembaga formal seperti
KUA, TPHD, dan TPHI.
Ketulusan
niat KBIH untuk melayani tamu-tamu Allah sebagai sebuah kekuatan dapat
dijadikan modal utama untuk terus meningatkan kepercayaan masyarakat.
Kepercayaan masyarakat ini dapat dijaga dengan usaha memberikan pelayanan yang
baik sehingga masyarakat terpuaskan dengan pelayanan KBIH.
Kelemahan KBIH di
bidang tata kelola harus terus dibenahi, sistem tata kelola yang ideal
perlu diterapkan, sehingga kepercayaan masyarakat
terhadap KBIH senantiasa meningkat. Kualitas sumber daya manusia di KBIH harus terus ditingkatkan melalui
pendidikan dan pelatihan agar tidak terjadi pembelotan dari para jamaah atau
konsumen.
Usaha pemerintah untuk meningkatkan peran lembaga formal tentu merupakan
ancaman, namun hal itu tidak akan berpengaruh bila KBIH dengan didorong
ketulusan memberikan pelayanan terhadap tamu-tamu Allah senantiasa berbenah
diri, meningkatkan kualitas pelayanan di berbagai bidang. Pembelotan konsumen
atau jamaah tidak akan terjadi bila mereka merasa puas dengan pelayan yang
diberikan oleh KBIH.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa:
1. KBIH adalah organisasi yang
bernaung di bawah yayasan sosial keagamaan Islam yang bergerak dalam bidang
pembinaan haji. Keberadaan KBIH telah diakui dalam perundang-undangan dengan
syarat dan ketentuan yang berlaku. KBIH memiliki tugas pokok yaitu melaksanakan
pembinanan calon jamaah haji di tanah air dan di Arab Saudi. KBIH memiliki
kewajiban kepada pemerintah sebagai regulator perhajian untuk melaporkan data
jamaah, membuat laporan pelaksanaan pembinaan, dan menaati aturan yang berlaku.
2. Pelayanan KBIH harus memenuhi
standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh pemerintah dalam bidang
administrasi dan bimbingan di tanah air maupun di tanah suci. Secara umum KBIH
masih memiliki kekurangan dalam pelayanan khususnya dalam bidang administrasi.
3. Dalam peningkatan pelayanan
KBIH SIM berperan sebagai penunjang perencanaan, pendukung berjalannya program pelayanan, dan
sebagai media kontrol bagi manajer, dalam hal ini adala ketua KBIH.
B. Saran
Perkembangan
zaman menuntut semua pelayanan publik terus ditingkatkan, tidak terkecuali
pelayanan KBIH. Penggunaan teknologi informasi sebagai penunjang pelayanan
merupakan suatu keharusan untuk meningkatkan pelayanan terhadap jamaah atau
konsumen. Pelayanan prima yang diberikan kepada jamaah akan menimbulkan
kesetiaan jamaah dan kesediaannya untuk merekomendasikan KBIH terkait kepada
orang lain, dan hal itu akan sangat menunjang kemajuan KBIH. Keikhlasan sebagai
motifasi pembinaan idealnya diwujudkan dengan memberikan pelayanan yang
maksimal guna mendapatkan pahala yang maksimal pula.
DAFTAR PUSTAKA
Al Bakri, Abu Bakr, 2005, I’anah al Thalibin,
jilid 2, Beirut:Dar al Fikr.
Al Ghazali, Muhammad, Ihya Ulum al Din,
jilid 1, Al Haramain, tt.
Ayyub, Hasan, 2002, Pedoman Menuju Haji Mabrur,
terjemahan Said Agil Husin, Jakarta: Wahana Dinamika Karya.
Departeman Agama RI, 2003, Pedoman Pembinaan
KBIH.
Helmawati, 2013, Pendidikan Nasional dan
Optimalisasi Majelis Taklim, Jakarta: Rineka Cipta.
Kemenag RI, 2005, Petunjuk Teknis
Pengorganisasian KBIH.
Muhaimin, et al, 2011, Manajemen Pendidikan:
Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/ Madrasah,
Jakarta: Kencana.
Nawawi, Muhammad, 1996, Qut al Habib al
Gharib, Beirut: Dar al Fikr.
Pidarta, Made, 2011, Manajemen Pendidikan
Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta.
Sauri, Sofyan, 2013, Pendidikan Karakter dalam
Prespektif Islam, Bandung: Rizqi Press.
Tafsir, Ahmad, 2012, Ilmu Pendidikan Islami,
Bandung: Rosdakarya.
Astarudi, Tatang, Dinamika Penyelenggaaraan
Ibadah Haji dan Tantangan KBIH, Makalah makalah disampaikan dalam Diklat Administrasi
KBIH 5 – 6 Mei, Bogor, 2013.
Kartono, Ahmad, Kebijakan Pemerintah Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji Dan Pembinaan KBIH, makalah disampaikan dalam
Diklat Administrasi KBIH 5 – 6 Mei, Bogor, 2013
Mujahid, Sodik, Pelayanan Prima Mencegah Pembelotan
dan Membangun Coyumer Loyality, Makalah makalah disampaikan dalam Diklat
Administrasi KBIH 5 – 6 Mei, Bogor, 2013.
Sulaeman, Rahmat, Kode Etik dan Profesionalisme
KBIH, Makalah makalah disampaikan dalam Diklat Administrasi KBIH 5 – 6 Mei Bogor,
2013.
Taboid Labbaik, edisi 38/ThIV/Mei 2013, Labbaik
Bina Media, Jakarta.
No comments:
Post a Comment